Senin, 01 Desember 2014

Welcome December

December Gift 


By: Queen Elsa





          
          Kubuka pintu bercat coklat yang mulai terkelupas catnya. Debu mulai menyerbu rongga hidungku saat kubuka pintu itu. sebenarnya ruangan ini jarang kumasuki. Aku hanya beberapa kali memasuki ruang ini hanya untuk menyimpan sesuatu yang rusak atau tak terpakai lagi. Kulihat sebuah kotak panjang dan besar di sudut ruangan. Itu dia, yang kucari.
            Dengan mengerahkan semua tenagaku kuseret kotak yang lumayan besar itu. Kubuka pelahan kotak itu. aku tersenyum. Entah apa yang diberikan oleh pohon cemara tiruan itu hingga membuatku selalu tersenyum padanya walau belum kuhias menjadi pohon natal yang biasa kuletakkan di ruang tamu rumahku saat Desember tiba.
Setelah membersihkannya, aku merapikan ruang tamuku untuk memberikan tempat bagi pohon cemara tiruan ini. Menit berikutnya, sambil mendengarkan lagu-lagu natal yang kuputar dari mp3 playerku aku mulai menghiasi pohon natalku.
Aku memberikan gantungan-gantungan, kapas, dan lampu-lampu sebagai hiasannya. Pohon natal yang tidak terlalu besar itu telah menjadi indah. Dengan satu klik, lampu-lampu dalam pohon natal itu menyala sepeti menari-nari mengelilingi pohonnya. Aku tersenyum kecil.
Kuraih sebuah lonceng berwarna emas yang kugantung di bagian tengah pohon. Lonceng itu mengeluarkan suara gemericing yang membuatku teringat kejadian satu tahun silam. Lonceng itu pemberian dari seseorang yang tak kusangka, Samuel.
***
            Aku dan Prisella memasuki ruang paling besar yang terletak di lantai tiga Gedung Lavender di kampusku. Di sinilah perayaan natal diadakan. Kulihat beberapa orang sudah duduk di tempat pilihan mereka. Ekor mataku melihat seseorang yang tengah berdiri di ujung ruangan. Aku memandangi kado natal yang kubungkus dengan kertas kado berwarna merah metalik. Kuharap kadoku ini sampai ke tangannya.
            Tak hanya aku, mahasiswa lain yang datang ke perayaan natal itu juga membawa kado masing-masing untuk ditukar pada saat selesai ibadah. Tuhan, biarkan dia memilih kado dariku. Tidak apa-apa jika kadonya bukan untukku. Pintaku. Kupandangi lagi pria berjas abu-abu yang malam itu terlihat keren sekali, Samuel.
“Kita duduk di sebelah sana saja, yuk” tunjuk Prisella di sudut barisan yang menghadap langsung ke pohon natal yang menjulang tinggi di panggung. Aku setuju. Kami berjalan menuju kursi yang Prisella maksud.
Setiap orang yang kami lewati pasti memuji kecantikan Prisella. Kulihat gadis berkulit putih, bermata bulat di sebelahku ini. Ya, dia memang cantik dengan wajah bulat yang dibingkai rambut kecoklatan agak ikal dan poni tipis yang menutupi dahinya. Apalagi saat ini, gadis yang sangat menyukai Yoona SNSD ini, tengah memakai dress bewarna merah yang sangat menunjukkan cerah kulitnya. Orang-orang itu kemudian memujiku juga. Aku tak berharap mendapat pujian dari mereka. Mungkin mereka memujiku karena merasa tak enak padaku setelah memuji Prisella. Karena aku berjalan di sebelah Prisella mau tidak mau mereka juga memujiku untuk menjaga perasaanku. Hey, padahal aku tidak apa-apa. Tak ada perasaan iri dalam diriku. Sungguh. Pada intinya, sebenarnya ia hanya memuji Prisella karena nama yang pertama kali ia sebut adalah Prisella.
“Hai, Claire. Malam ini kamu cantik sekali. Happy Christmas, Claire” aku tak tahu apa yang harus kujawab pada pria tinggi di hadapanku ini. Aku tak tahu sejak kapan ia sudah berdiri di depanku. Aku tersenyum kecil.
“Terimakasih, Sam. Happy Christmas too” sahutku sambil terus berusaha menenangkan diri. Kakiku mulai terasa lemas hingga aku tak sanggup menahan tubuhku sendiri. Kulihat diriku sendiri. Cantikkah aku dengan dress berwarna hitam dan abu-abu di bagian bawah yang saat ini kukenakan?
“Kamu juga cantik, Pris. Happy Christmas” katanya masih tersenyum. Ia meninggalkan kami setelah Prisella menyahutinya. Dia memujiku terlebih dahulu sebelum Prisella. Padahal sebelumnya tidak ada orang yang melakukan itu. Dia orang pertama dan mungkin satu-satunya yang melakukan hal itu. Tapi hanya itu yang menyenangkan hatiku.
Ibadah dimulai. Kami yang berada dalam ruangan itu sama-sama menyatukan hati di perayaan natal itu. Hingga tiba saatnya untuk menyalakan lilin. Musik mengalun dengan lembut sambil masing-masing dari kami menyebarkan api dan menerangi lilin-lilin yang belum dapat api. Lampu dimatikan, kami menyanyikan lagu ‘O Holly Night’ dengan setengah suara.
Rangkaian ibadah natal sudah kami lewati, perayaan natalpun sudah beberapa saat lalu usai. Kami pun diminta untuk mengumpulkan kado yang kami bawa di panggung. Setelah mengumpulkan kado, kami mengambilnya dengan tertib.
Sebuah kotak terbungkus kertas kado bergambat Santa Claus sudah mencuri perhatianku sejak tadi. Saat tiba waktuku untuk mengambil kado, kuambil kotak berukuran kecil itu. Setelah semua orang sudah mendapat kadonya. Kamipun dipersilakan membuka kado yang kami pilih.
Aku membuka kotak yang kupilih. Bibirku tak dapat menahan senyum saat kulihat lonceng kecil berwarna emas lengkap dengan gantungannya ada di dalam kotak itu. Bunyi gemerincing langsung terdengar begitu kumengambilnya. Ada sebuah kertas kecil yang digulung di dalamnya.
Happy Christmas. Begitulah tulisan dalam kertas kecil yang digulung di dalam kotak itu. Tulisan itu mengingatkannya pada Sam. Mungkinkah kotak yang kupegang ini adalah kadonya? Dari siapa pun kado ini aku sangat berterimakasih.
“Hei, itu kado dariku. Kamu yang mendapatkannya?” aku menoleh. Jantungku berdegup dua kali lebih kencang. Kurasakan keringat dingin mengalir lembut di dahiku. Sam-pria itu sedang berdiri di depanku sambil tersenyum.
“Ini darimu? Lonceng ini cantik, aku akan selalu menggantungkannya di pohon natal”
“Berarti lonceng itu hanya kamu lihat setahun sekali” katanya dengan nada sedikit mengeluh. Oops! Aku salah bicara. “By the way ini darimu?” katanya sambil menunjukkan sebuah boneka Santa Clause berukuran segenggaman tangan. Aku menggeleng. Dia hanya mengangkat bahunya dan tersenyum agak terpaksa.
Bukan, Sam. Kado dariku adalah hiasan pohon natal juga, tapi bukan lonceng. Kadoku adalah sepasang burung merpati putih yang tengah melebarkan sayapnya yang tengan membawa sebuah tulisan ‘Merry Christmas’ dengan paruh mereka. Sam tidak mendapat kado dariku, tapi aku bahagia karena mendapatkan kadonya. Sementara itu Prisella mendapatkan sebuah jam kecil berbentuk Snowman yang sangat lucu.
***
            Ketukan pintu yang terdengar sangat tidak sabar itu terpaksa membuatku menghentikanku memainkan lonceng kecil pemberian Sam. Dengan setengah berlari kubuka pintu rumahku.  Mataku terbelalak melihat siapa yang berdiri di depan pintu rumahku.
            “Sam?”
            “Happy Christmas”
            “Tapi ini masih tanggal 1 Desember”
            “Sudah suasana natal kan? Buktinya kamu sudah memasang pohon natal” katanya sambil melihat pohon natal di dalam rumahku. Aku hanya tersenyum. “Sebenarnya aku ingin memberimu ini” katanya sambil menyerahkan kotak kecil yang persis kupilih setahun lalu. Kubuka kotak kecil itu.
            “Ini?” kataku sambil mengambil lonceng kecil yang berukuran sama dengan lonceng darinya. Tapi lonceng ini memiliki pita berwarna merah.
            “Sebenarnya lonceng itu sepasang. Tahun lalu aku hanya membungkuskan satu lonceng karena kupikir bukan kamu yang mendapatkan kado dariku. Tapi aku senang karena ternyata kamu yang mendapatkannya. Jadi aku akan memberimu pasangan dari lonceng yang kamu terima tahun lalu” katanya. Oh, Tuhan. Ini kado terindah yang pernah kudapatkan. Aku senang mendapatkan kado dari Sam, walau aku tak bisa mendapatkan hatinya.
            Ia merogoh saku celananya dan mengeluarkan sesuatu dari dalamnya. “I got this” katanya menunjukkan sepasang burung merpati putih yang tengah melebarkan sayapnya yang tengan membawa sebuah tulisan ‘Merry Christmas’ dengan paruh mereka. “Aku harus tega merelakan sepatuku demi mendapatkan ini. Ini kado natalmu tahun lalu, kan? Temanku yang mendapatkannya. Aku barter dengan sepatuku supaya aku mendapatkan kado natal darimu ini” jelasnya lagi. Aku makin tak bisa berkata apa-apa lagi. Sam, semua ini terlalu manis untuk kudengar.
            “Sekarang, kita sudah sama-sama memiliki kado natal dari kita. Bisakah kita sama-sama  memiliki hati kita? Seperti halnya kadoku untukmu dan kadomu untukku. Bisakah hati kita juga begitu?” aku menggarukkan kepalaku yang tidak gatal. Tuhan, aku tidak meminta ini semua terjadi. Aku tidak berpikir sejauh itu. Aku memang mengagumi Sam, tapi aku tak berharap sebaliknya.
            Sam masih berdiri di depanku menunggu jawabanku. “Kalau bisa, kenapa tidak” kurasa itu adalah jawaban terbodoh di dunia. Aku tak pandai merangkai kata sepertinya. Aku tak pandai mengatakan hal-hal tentang cinta. Sam tersenyum di hadapanku dan mengatakan Happy Christmas padaku tanpa suara.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar