December Gift
By: Queen Elsa
Kubuka
pintu bercat coklat yang mulai terkelupas catnya. Debu mulai menyerbu rongga
hidungku saat kubuka pintu itu. sebenarnya ruangan ini jarang kumasuki. Aku
hanya beberapa kali memasuki ruang ini hanya untuk menyimpan sesuatu yang rusak
atau tak terpakai lagi. Kulihat sebuah kotak panjang dan besar di sudut
ruangan. Itu dia, yang kucari.
Dengan
mengerahkan semua tenagaku kuseret kotak yang lumayan besar itu. Kubuka pelahan
kotak itu. aku tersenyum. Entah apa yang diberikan oleh pohon cemara tiruan itu
hingga membuatku selalu tersenyum padanya walau belum kuhias menjadi pohon
natal yang biasa kuletakkan di ruang tamu rumahku saat Desember tiba.
Setelah membersihkannya, aku merapikan ruang tamuku
untuk memberikan tempat bagi pohon cemara tiruan ini. Menit berikutnya, sambil
mendengarkan lagu-lagu natal yang kuputar dari mp3 playerku aku mulai menghiasi
pohon natalku.
Aku memberikan gantungan-gantungan, kapas, dan
lampu-lampu sebagai hiasannya. Pohon natal yang tidak terlalu besar itu telah
menjadi indah. Dengan satu klik, lampu-lampu dalam pohon natal itu menyala
sepeti menari-nari mengelilingi pohonnya. Aku tersenyum kecil.
Kuraih sebuah lonceng berwarna emas yang kugantung di
bagian tengah pohon. Lonceng itu mengeluarkan suara gemericing yang membuatku
teringat kejadian satu tahun silam. Lonceng itu pemberian dari seseorang yang
tak kusangka, Samuel.
***
Aku
dan Prisella memasuki ruang paling besar yang terletak di lantai tiga Gedung Lavender
di kampusku. Di sinilah perayaan natal diadakan. Kulihat beberapa orang sudah
duduk di tempat pilihan mereka. Ekor mataku melihat seseorang yang tengah
berdiri di ujung ruangan. Aku memandangi kado natal yang kubungkus dengan
kertas kado berwarna merah metalik. Kuharap kadoku ini sampai ke tangannya.
Tak
hanya aku, mahasiswa lain yang datang ke perayaan natal itu juga membawa kado
masing-masing untuk ditukar pada saat selesai ibadah. Tuhan, biarkan dia
memilih kado dariku. Tidak apa-apa jika kadonya bukan untukku. Pintaku.
Kupandangi lagi pria berjas abu-abu yang malam itu terlihat keren sekali,
Samuel.
“Kita duduk di sebelah sana saja, yuk” tunjuk Prisella
di sudut barisan yang menghadap langsung ke pohon natal yang menjulang tinggi
di panggung. Aku setuju. Kami berjalan menuju kursi yang Prisella maksud.
Setiap orang yang kami lewati pasti memuji kecantikan
Prisella. Kulihat gadis berkulit putih, bermata bulat di sebelahku ini. Ya, dia
memang cantik dengan wajah bulat yang dibingkai rambut kecoklatan agak ikal dan
poni tipis yang menutupi dahinya. Apalagi saat ini, gadis yang sangat menyukai
Yoona SNSD ini, tengah memakai dress bewarna merah yang sangat menunjukkan
cerah kulitnya. Orang-orang itu kemudian memujiku juga. Aku tak berharap
mendapat pujian dari mereka. Mungkin mereka memujiku karena merasa tak enak
padaku setelah memuji Prisella. Karena aku berjalan di sebelah Prisella mau
tidak mau mereka juga memujiku untuk menjaga perasaanku. Hey, padahal aku tidak
apa-apa. Tak ada perasaan iri dalam diriku. Sungguh. Pada intinya, sebenarnya
ia hanya memuji Prisella karena nama yang pertama kali ia sebut adalah
Prisella.
“Hai, Claire. Malam ini kamu cantik sekali. Happy
Christmas, Claire” aku tak tahu apa yang harus kujawab pada pria tinggi di
hadapanku ini. Aku tak tahu sejak kapan ia sudah berdiri di depanku. Aku
tersenyum kecil.
“Terimakasih, Sam. Happy Christmas too” sahutku sambil
terus berusaha menenangkan diri. Kakiku mulai terasa lemas hingga aku tak
sanggup menahan tubuhku sendiri. Kulihat diriku sendiri. Cantikkah aku dengan
dress berwarna hitam dan abu-abu di bagian bawah yang saat ini kukenakan?
“Kamu juga cantik, Pris. Happy Christmas” katanya
masih tersenyum. Ia meninggalkan kami setelah Prisella menyahutinya. Dia
memujiku terlebih dahulu sebelum Prisella. Padahal sebelumnya tidak ada orang
yang melakukan itu. Dia orang pertama dan mungkin satu-satunya yang melakukan
hal itu. Tapi hanya itu yang menyenangkan hatiku.
Ibadah dimulai. Kami yang berada dalam ruangan itu
sama-sama menyatukan hati di perayaan natal itu. Hingga tiba saatnya untuk
menyalakan lilin. Musik mengalun dengan lembut sambil masing-masing dari kami
menyebarkan api dan menerangi lilin-lilin yang belum dapat api. Lampu
dimatikan, kami menyanyikan lagu ‘O Holly Night’ dengan setengah suara.
Rangkaian ibadah natal sudah kami lewati, perayaan
natalpun sudah beberapa saat lalu usai. Kami pun diminta untuk mengumpulkan
kado yang kami bawa di panggung. Setelah mengumpulkan kado, kami mengambilnya
dengan tertib.
Sebuah kotak terbungkus kertas kado bergambat Santa
Claus sudah mencuri perhatianku sejak tadi. Saat tiba waktuku untuk mengambil
kado, kuambil kotak berukuran kecil itu. Setelah semua orang sudah mendapat
kadonya. Kamipun dipersilakan membuka kado yang kami pilih.
Aku membuka kotak yang kupilih. Bibirku tak dapat
menahan senyum saat kulihat lonceng kecil berwarna emas lengkap dengan
gantungannya ada di dalam kotak itu. Bunyi gemerincing langsung terdengar
begitu kumengambilnya. Ada sebuah kertas kecil yang digulung di dalamnya.
Happy Christmas. Begitulah tulisan dalam kertas kecil
yang digulung di dalam kotak itu. Tulisan itu mengingatkannya pada Sam.
Mungkinkah kotak yang kupegang ini adalah kadonya? Dari siapa pun kado ini aku
sangat berterimakasih.
“Hei, itu kado dariku. Kamu yang mendapatkannya?” aku
menoleh. Jantungku berdegup dua kali lebih kencang. Kurasakan keringat dingin
mengalir lembut di dahiku. Sam-pria itu sedang berdiri di depanku sambil
tersenyum.
“Ini darimu? Lonceng ini cantik, aku akan selalu
menggantungkannya di pohon natal”
“Berarti lonceng itu hanya kamu lihat setahun sekali”
katanya dengan nada sedikit mengeluh. Oops! Aku salah bicara. “By the way ini
darimu?” katanya sambil menunjukkan sebuah boneka Santa Clause berukuran
segenggaman tangan. Aku menggeleng. Dia hanya mengangkat bahunya dan tersenyum
agak terpaksa.
Bukan, Sam. Kado dariku adalah hiasan pohon natal
juga, tapi bukan lonceng. Kadoku adalah sepasang burung merpati putih yang
tengah melebarkan sayapnya yang tengan membawa sebuah tulisan ‘Merry Christmas’
dengan paruh mereka. Sam tidak mendapat kado dariku, tapi aku bahagia karena
mendapatkan kadonya. Sementara itu Prisella mendapatkan sebuah jam kecil
berbentuk Snowman yang sangat lucu.
***
Ketukan
pintu yang terdengar sangat tidak sabar itu terpaksa membuatku menghentikanku
memainkan lonceng kecil pemberian Sam. Dengan setengah berlari kubuka pintu
rumahku. Mataku terbelalak melihat siapa
yang berdiri di depan pintu rumahku.
“Sam?”
“Happy
Christmas”
“Tapi
ini masih tanggal 1 Desember”
“Sudah
suasana natal kan? Buktinya kamu sudah memasang pohon natal” katanya sambil
melihat pohon natal di dalam rumahku. Aku hanya tersenyum. “Sebenarnya aku
ingin memberimu ini” katanya sambil menyerahkan kotak kecil yang persis kupilih
setahun lalu. Kubuka kotak kecil itu.
“Ini?”
kataku sambil mengambil lonceng kecil yang berukuran sama dengan lonceng
darinya. Tapi lonceng ini memiliki pita berwarna merah.
“Sebenarnya
lonceng itu sepasang. Tahun lalu aku hanya membungkuskan satu lonceng karena
kupikir bukan kamu yang mendapatkan kado dariku. Tapi aku senang karena
ternyata kamu yang mendapatkannya. Jadi aku akan memberimu pasangan dari
lonceng yang kamu terima tahun lalu” katanya. Oh, Tuhan. Ini kado terindah yang
pernah kudapatkan. Aku senang mendapatkan kado dari Sam, walau aku tak bisa
mendapatkan hatinya.
Ia
merogoh saku celananya dan mengeluarkan sesuatu dari dalamnya. “I got this”
katanya menunjukkan sepasang burung merpati putih yang tengah melebarkan
sayapnya yang tengan membawa sebuah tulisan ‘Merry Christmas’ dengan paruh
mereka. “Aku harus tega merelakan sepatuku demi mendapatkan ini. Ini kado
natalmu tahun lalu, kan? Temanku yang mendapatkannya. Aku barter dengan
sepatuku supaya aku mendapatkan kado natal darimu ini” jelasnya lagi. Aku makin
tak bisa berkata apa-apa lagi. Sam, semua ini terlalu manis untuk kudengar.
“Sekarang,
kita sudah sama-sama memiliki kado natal dari kita. Bisakah kita sama-sama memiliki hati kita? Seperti halnya kadoku untukmu
dan kadomu untukku. Bisakah hati kita juga begitu?” aku menggarukkan kepalaku
yang tidak gatal. Tuhan, aku tidak meminta ini semua terjadi. Aku tidak
berpikir sejauh itu. Aku memang mengagumi Sam, tapi aku tak berharap
sebaliknya.
Sam
masih berdiri di depanku menunggu jawabanku. “Kalau bisa, kenapa tidak” kurasa
itu adalah jawaban terbodoh di dunia. Aku tak pandai merangkai kata sepertinya.
Aku tak pandai mengatakan hal-hal tentang cinta. Sam tersenyum di hadapanku dan
mengatakan Happy Christmas padaku tanpa suara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar