Senin, 01 Desember 2014

My short story


Cantik

 Sshh...Rini cantik sekali, ya? Wajahnya sangat polos katanya masih belum berkedip. What?! Rini? Jadi daritadi dia memperhatikan Rini? Daritadi aku bicara panjang kali lebar kali tinggi kali dalam sama dengan luas, tapi ia tak mendengarkan?! Aku mendengus kesal. Ricky? Listen to me! Teriakku akhirnya. Aku menoleh ke arah lain-yang terus dilihat Ricky-yang tidak memperhatikanku. Kulihat sekelompok gadis tengah duduk santai sambil tertawa kecil. Kelihatannya mereka sedang membicarakan hal yang sangat seru menurut mereka.
Terlahir dengan nama Arini Zelda, yang biasa dipanggil Rini, mempunyai tinggi 158 cm dan berat 48 Kg berkulit putih dengan wajah yang selalu polos tanpa riasan. Aku sangat tidak suka dengan orang berwajah polos. Istilah Diam-diam mematikan adalah yang tepat untuk orang-orang yang berwajah polos atau lugu. Tidak ada yang tahu kan seperti apa sifat asli mereka. Bisa saja mereka justru lebih jahat dari pada orang yang berwajah jahat. Aku sangat membenci orang berwajah polos!
Aku dan Rini sekolah di SMK yang sama. Meskipun berbeda jurusan, tapi aku sudah cukup kesal karena terus menerus bertemu dengannya tiap hari selama tiga tahun. Sekarang lagi-lagi aku harus menahan rasa kesalku karena harus melihat wajahnya tiap hari dan kali ini akan terjadi selama empat tahun! Unbelievable!
Polos? Kamu tidak tahu kan seperti apa dia aslinya? cibirku. Ricky masih asik memandangi Rini. Kamu suka Rini, ya? tanyaku ragu. Ricky mengangguk antusias. Aku membuang nafas dengan kesal. Kutinggalkan Ricky begitu saja di luar. Aku segera masuk kelas. Lima menit lagi mata kuliah pertama dimulai.
Sampai di kelas pun Ricky masih sibuk dengan Rini. Aku tak yakin ia menerima mata kuliah. Aku berusaha tak mempedulikan temanku yang satu ini. Oh, mungkin harus ku akui meskipun kami berteman, tapi aku menyukainya.
Ya, bagaimana tidak? Pertama, dia punya wajah manis yang sangat mirip dengan Carter Jenkins pemain Aliens in the Attic atau setidaknya menurutku dia adalah versi Indonesia. Alasan kedua, itu semua terjadi beberapa bulan lalu saat sekolah kami mengadakan study tour ke puncak.
Salah seorang temanku bercerita tentang kejadian aneh dan di luar nalar manusia yang pernah terjadi di vila itu. Aku yang sangat takut hantu dan hal lain yang berbau mistis meminta Ricky untuk menemaniku sepanjang malam. Akhirnya Ricky tidur di depan kamarku, dengan alasan kalau tiba-tiba aku terbangun dan ingin ke toilet dia bisa mengantarku. Ricky sangat baik.
***
Ra, nanti aku pinjam flashdiskmu, ya. katanya saat kami sedang menunggu pesanan makan siang. Setelah mata kuliah pertama usai. Aku pura-pura tak mendengarnya. Aku sibuk berkutat dengan tabletku dan earphone yang menggantung di telingaku. Ra? Clara? Ricky mencabut salah satu earphone-ku.
What? aku mulai kesal. Pinjam flashdisk ulangnya sambil tersenyum dan mengangkat alis. What for? tanyaku jutek. Copas semua materi tadi. Kamu sudah menyimpan semuanya dalam falshdisk-mu kan jawabnya polos.
Tadi kamu sama sekali ngga dengar atau tulis atau ketik atau apa kek?
No jawabnya tanpa ragu.
Yang ada di pikiranmu hanya Rini, sih
Yes
Kalau begitu No’”
Maksudnya?
Kamu ngga boleh pinjam
Clara please wajahnya mulai memelas.
            Oh my God! Aku paling tidak bisa melihat wajahnya memelas sambil memohon seperti itu. Sial! Aku tidak tega melihatnya. Ok, aku pinjamkan. Tapi lain kali kalau mau pinjam, pakai alasan lain. Jangan bawa-bawa Rini! kataku akhirnya sambil menyerahkan flashdisk-ku. Ya untuk apa juga aku bawa-bawa Rini? Berat kan? sempat-sempatnya dia melucu. Hahaha...crispy sahutku ketus.
***
            Siang ini aku dan Ricky sedang mengerjakan tugas untuk mata kuliah Komunikasi Efektif. Meskipun tugas individu kami selalu mengerjakannya bersama. Tentu saja hasilnya harus berbeda. Ky, tolong ambilkan buku itu dong? kataku tanpa melihatnya. Mataku masih serius menatap layar laptop di hadapanku. Namun tak ada respon darinya. Ky? Ricky? aku menoleh ke arahnya. Hey? aku menyenggol lengannya yang ternyata ia sedang melihatku juga. Ada yang aneh dari wajahku, ya? sambil menepuk-nepuk pipiku sendiri.
            Clara, sebenarnya kalau dilihat-lihat, kamu juga cantik lho kalau polos katanya akhirnya bicara. Aku melepas kacamata anti radiasi-ku.
Stop talking about polos. I hate that
Aku serius, kamu lebih cantik polos, sama seperti Rini
Itu karena kamu jarang melihatku pucat seperti ini tanpa make up, aku yakin kalau Rini sedikit saja memakai riasan kamu pasti makin suka sama dia karena dia biasa polos, sekalinya dia make up sedikit pasti akan terlihat lebih cantik. Lagipula aku bukan anak SMA lagi ya, aku sudah dewasa sekarang, jadi make up sangat penting untuk karirku nanti
Wait a moment Ricky membuka ponselnya. Ia mengutak-atik ponselnya. Beberapa menit kemudian ia menunjukkan ponselnya. Di dalamnya ada fotoku yang sedang memakai dress biru tua saat perpisahan beberapa bulan lalu.
Look at yourself. Powdered face, with blushed cheek, oiled lips, smooky eyes, and bla bla bla ia mendekatkan ponselnya ke telingaku. Membandingkan wajahku saat make up dan saat polos. Foto itu sebenarnya ada Ricky di sebelahku. Kami berfoto saat menerima medali kelulusan. Tapi ia men-zoom fotonya di bagianku. Ternyata dia masih menyimpan foto itu.
Kalau kamu bicara seperti itu, berarti kamu bilang aku cantik, ya? Berarti kamu juga suka sama aku? Ya kan? tebakku dengan sedikit nada canda di dalamnya. Ya aku harus melakukan itu untuk menjaga image-ku.
Aku tidak bilang begitu
Tapi waktu study tour kemarin, kamu tidur di depan kamarku untuk menemaniku kan? tanyaku lagi masih dengan nada meledek.
Hmm...actually itu karena di sebelah kamarmu adalah kamar Rini. Ricky dan Rini, dari nama saja kami sudah serasi
Oh my to the God! Terrible! aku mendengus kesal. Aku benar-benar kesal padanya. Tapi setidaknya aku tahu alasan Ricky sebenarnya.
***
Keesokkan harinya saat aku baru saja duduk di kelas, Ricky sudah menyerahkan selembar kertas berupa brosur lomba. Princess of the Year? aku mengerutkan keningku saat membaca tulisan yang dicetak besar dan tebal yang mendominasi kertas itu.
Iya. Kontes kecantikan yang pertama kali diadakan di kampus ini
Ill join this contest kataku percaya diri
Rini juga harus ikut kontes ini Ricky makin tersenyum lebar.
            Kontes ini pasti mengharuskan setiap orang yang ikut memakai riasan. Rini tidak bisa make up itu berarti dia tidak akan menang. Aku tersenyum licik. Aku membaca persyaratan dan ketentuan lombanya.
            Terlahir dengan nama Clara Evangelista, yang biasa disapa Clara. Mempunyai tinggi 163 cm, berat 49 kg berkulit langsat dengan eyesmiled tak mungkin tak mengikuti kontes ini. Aku menyibakkan poni tipisku.
            Beberapa menit kemudian Rini dan beberapa temannya memasuki kelas. Ricky langsung menghampirinya. Rini, kamu harus ikut kontes ini katanya menyodorkan brosur lomba. Rini tersenyum kecil sambil menerimanya.
Kontes itu terdiri dari tiga segmen. Segmen pertama adalah memasak, segmen kedua adalah bernyanyi, dan segmen terakhir adalah merias diri sendiri. Dan setelah itu semua, pemenangnya haraus menunjukkan di depan banyak orang lifeskill yang ia miliki.
***
            Hari ini, adalah hari yang sangat dinantikan seluruh mahasiswa khususnya mahasiswi yang mengikuti Princess of the Year. Acara dimulai pukul sembilan pagi. Setelah acara pembuka segmen pertama pun langsung dimulai.
            Peserta diharuskan memasak makanan yang bahan makanannya sudah disediakan oleh panitia. Aku sama sekali tidak mengenal juri kontes ini. Yang pasti mereka ada tiga orang, satu diantara mereka berwajah paling sangar mempunyai kumis hitam yang tebal dan tubuh gempal. Orang kedua adalah seorang wanita muda bertubuh tinggi berparas cantik berambut pirang yang sepertinya berdarah campuran. Yang terakhir seorang wanita paruh baya dengan balutan kebaya berwarna keemasan yang terlihat seperti kartini masa kini.
            Kentang. Itu adalah bahan utamanya. Waktu yang diberikan hanya satu jam. Tanpa pikir panjang aku langsung menyulapnya menjadi Potato Egg and Cheese Scramble. Entah apa yang dibuat oleh sembilan peserta lain termasuk Rini, tapi Potato Egg and Cheese Scramble-ku mendapat point tertinggi.
            Segmen kedua adalah bernyanyi. Aku sangat suka bernyanyi walaupun aku tak begitu yakin dengan suaraku. Aku tersenyum penuh kemenangan karena kemenangan sudah di depan mataku. Tinggal satu langkah lagi aku akan menjadi Princess of the Year. Dengan penuh percaya diri aku menyanyikan lagu Hero milik Mariah Carey. Di segmen ini nilaiku bukan yang tertinggi. Point Rini dan yang lain mulai menyusul point-ku. Aku tak boleh kalah dari mereka.
            Segmen terakhir adalah merias diri sendiri. Dalam segemen ini peserta harus merias dirinya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Peserta diberi waktu satu jam untuk mempercantik dirinya dari atas sampai bawah di dalam satu ruang kecil yang diberikan panitia untuk masing-masing peserta.
            Aku memasuki ruangku. Aku mulai merias wajah, setelah itu aku mulai mengepang kecil rambutku dan membiarkan rambut belakangku terurai rapi yang ujungnya di-curly, tak lupa kusisakan poni tipisku di dahiku. Aku mulai mengecat kukuku dengan mengkombinasikan dua warna, hijau dan merah muda.
Setelah itu aku mulai memilih dress yang sangat cocok untuk penampilanku saat ini. Mataku langsung menangkap dress berkerah berwarna salem. Dress itu terlihat sangat manis. Saat kupakai ternyata dress itu agak pendek, 10 cm di atas lututku, tapi biarlah aku akan tetap memakainya. Entah sudah berapa lama waktu yang berjalan kudengar ruang sebelah  agak berisik. Ku intip ruang di sebelahku yang hanya dibatasi dengan horden itu.
            Rini? aku tak sengaja bersuara. Kini, pemilik nama itu menoleh. Ia belum juga merias dirinya, dress pun belum dipakainya.
Rini, waktunya tinggal sebentar lagi. Kenapa kamu belum apa-apa?
Ra, aku tidak bisa melakukan ini semua. Aku tidak tahu cara memakai ini semua. Aku bingung sekali aku tersenyum licik mendengarnya.
Biar ku bantu
            Kesepuluh peserta keluar dari ruang masing-masing dan berdiri di stage. Dengan iringan musik kami mulai catwalk di red carpet yang sudah disediakan. Kami bagaikan profesional model di acara fashion show. Aku tersenyum lebar. Semua mata yang tertuju pada kami dan mereka bersorak ceria. Ada juga di antara mereka yang kagum melihat Rini yang sangat berbeda hari itu. Rini dengan wajah penuh riasan.
            Semua segmen sudah kami lewati. Kini jantung kami berdegup lebih cepat dari sebelumnya. Para juri sudah bangkit dari kursi panas mereka dan siap memberikan mahkota dan trofi kemenangan untuk Princess of the Year.
            Juri yang paling muda yang membawa mahkota berputar mengelilingi kami, mencari pemenang sejati diantara kami. Dan mahkota itu berhenti di...Rini yang berdiri di sebelah kiriku. Rini pemenang dari Princess of the Year tahun ini. Sedangkan aku hanya runner up.
            Aku sangat terkejut begitu mengetahuinya. Tapi begitu kulihat ia mengenakan mahkota itu, ia memang pantas mendapatkannya. Dia sangat cantik dan manis. Aku memberikan selamat padanya. Rini langsung disambut hangat oleh semua teman-temannya. Semua pria bahkan mengerumuninya untuk berfoto bersama dengannya. Bersama Princess of the Year pertama.
            Auu... aku melihat sepatuku. Patah. Untung tidak patah saat catwalk tadi. Aku melepas yang satunya lagi supaya jalanku tetap seimbang. Dan akhirnya aku berjalan tanpa memakai sepatu.
            Beberapa saat kemudian aku mendapati diriku sudah digendong Ricky yang tiba-tiba datang.
Hei hei what are you doing! teriakku padanya.
Hak sepatumu kan patah, ya sudah kamu pakai kakiku saja
Kamu? Kenapa tiba-tiba jadi so sweet begini? tanyaku sambil mengalungkan tanganku ke lehernya sambil memegang heels-ku.
Ini hadiah untuk runner up aku hanya tertawa kecil. No, sebenarnya ini hadiah untuk pemenang sejati lanjutnya lagi.
Tapi aku tidak menang. You knowsecond placerunner up
Tapi kamu sudah merubah wanita yang biasa menjadi luar biasa bahkan jadi pemenangnya, itu berarti kamu pemenang sejati
Wait a minute. Darimana kamu tahu?
Aku tahu entah kenapa aku senang sekali mendengarnya. Aku merasa sangat lega.
Tapi meskipun kamu bukan Princess of the Year, would you be Princess? Princess of my Heart?
Excuse me?
i wont ask you for twice katanya sambil tersenyum. Aku tidak menolak dan tidak mengiyakan. Otak dan hatiku sama-sama berteriak Absolutely yes!. Tapi lidahku sedang tidak sinkron. Jawabanku hanyalah satu buah kecupan kecil yang kudaratkan di pipi kanannya.
Seriously, kamu tahu darimana aku yang merias Rini?
Simple ... Rini memang tidak mungkin merias dirinya sendiri hingga bisa seperti itu. Kedua, ruanganmu bersebelahan dengannya. Dan ketiga, kamu yang baik hati pasti mau membantunya make up. Benar kan? Ternyata tak hanya wajah kamu yang cantik, tapi hati kamu juga cantik
            Ricky terdiam sejenak. Ia memandangku sesaat, kemudian ia tersenyum hampir bersamaan denganku. Kami akhirnya tertawa bersama.
By the Way, kita mau kemana? Kelas kita di sana aku memandangi kelas yang kami tinggalkan.
Hmm...terserah kakiku saja...
            Aku senang sekali. Kontes ini mengajariku untuk sportif, mau menolong orang lain, dan membuatku bisa berbesar hati menerima kekalahanku, dan memberi selamat kepada pemenangnya, Rini. Tapi, meskipun aku tidak memenangkan kontes itu, aku senang karena sudah memenangkan hati Ricky, si cowok yang mirip Carter Jenkins ini. Dan tak ada hal lain yang membuatku sebahagia ini.
***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar