Jumat, 28 Oktober 2016

Corat-Coret Curhatan Debat Bahasa 2016 se-JABODETABEK



UNTIRTA? (Sambil mengerutkan dahi, otak berpikir keras, di mana tuh?)
Sebagian besar orang di luar Banten akan bereaksi begitu kalau dengar UNTIRTA. Padahal, UNTIRTA cukup terkenal di daerah Banten, kecuali Tangerang (ngga semua daerah Tangerang tau UNTIRTA). Tapi universitas Banten ini mengirimkan dua timnya untuk mengikuti Lomba Debat Bahasa Antar-Mahasiswa 2016 se-JABODETABEK di Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Letak kampus ini berada di Serang, secara geografis kampus ini sangat dipertanyakan kenapa bisa ikut lomba se-Jabodetabek. Nyatanya, universitas ini mendapat undangan dari badan Bahasa untuk ikut lomba.
Awalnya saya heran kenapa teman saya pilih saya untuk jadi rekan se-timnya. Saya ngga punya pengalaman di bidang debat sama sekali. Saya memang termasuk orang yang banyak bicara, tapi debat bukan cuma soal bicara, tapi bagaimana kita berargumen dan merangkai pikiran kita dengan rapi lalu mengeluarkannya melalui bahasa lisan. Karena saya ngga punya pilihan lain, saya ikuti aja maunya teman saya ini. Kalau saya ngga ikut, teman saya ini terancam ngga bisa ikut juga. Akhirnya saya pilih ikut (dengan terpaksa).
Sistem debat ini pakai sistem debat parlemen Inggris. Satu kali babak terdiri dari empat tim, yang terdiri dari dua tim afirmasi (Afirmasi pembuka dan penutup) dan dua tim negasi (negasi pembuka dan negasi penutup). Satu tim hanya terdiri atas dua orang, pembicara 1 dan pembicara 2. Caranya, pembicara satu  dari tim afirmasi pembuka akan mulai menyampaikan argumennya tentang sebuah topik, dilanjutkan dengan pembicara 1 dari tim negasi pembuka, lalu pembicara 2 dari tim afirmasi pembuka melanjutkan argumen, kemudian dilanjutkan pembicara 2 dari tim negasi pembuka. Setelah tim pembuka selesai memberikan pendapat, tim penutup mulai memberikan pendapat mereka (dengan cara yang sama seperti tim pembuka).
Tiap pembicara diberikan waktu minimal enam menit dan maksimal tujuh menit tiga puluh detik untuk memberikan pendapatnya di depan. Pada saat menyampaikan pendapatnya, pembicara lain dari tim yan berlawanan boleh memberikan poin informasi. Pembicara boleh menerima dan menolak poin informasi yang diberikan. Jika tidak diberikan, pembicara yang mengajukan poin informasi harus menunggu sepuluh detik untuk boleh memberikan poin informasi kembali. Setelah diberikan, pembicara hanya boleh memberikan poin informasi selama lima belas detik.
Saya masih bingung banget dengan sistem debat yang seperti ini awalnya. Jangan kan yang begini, yang model debat biasa aja yang ngga tau dan ngga pernah ikut. Jadi kenapa harus saya? Saya sering banget tanya itu dalam hati. Saya termasuk orang yang demam panggung, gugupan, mental saya ngga sekuat mereka yang sudah sering bicara di depan banyak orang. Tapi akhirnya saya tetap ikut lomba ini. Saya berpikiran positif aja, meskipun judulnya debat, bukan berarti kita mau cari lawan, tapi kita bisa cari kawan. Yah, semacam itu lah.
Hari pertama babak penyisihan 1 saya super deg-degan. Meskipun sudah berdoa supaya Tuhan sertai dan berikan kekuatan dan keberanian saya tetap aja deg-degan. Jantung rasanya mau loncat keluar sampai dada rasanya panas seperti ditusuk. Tapi ternyata, saya dan Rina (Untirta II), atas berkat Tuhan, berada di peringkat dua. Kami dapat dua poin. Di babak penyisihan ke-2, kami berada di peringkat 3 dan mendapat 1 poin. Dari awal saya memang ngga berambisi untuk ikut lomba ini. Saya ikut, supaya teman saya bisa ikut. Tapi tetap aja, saya tetap berdoa pada Tuhan supaya tetap menyertai selama debat, supaya Tuhan yang berbicara melalui lidah saya dan hanya mengatakan kata-kata yang baik dan benar. Meskipun ikut lomba ini bukan kemauan saya, tapi saya tetap harus bisa menjaga nama kampus. Seenggaknya dengan ikut lomba ini, ya UNTIRTA jadi dikenallah…
Hari kedua babak penyisihan ke-3 dan ke-4 adalah babak hening, artinya juri ngga ngasih tau tuh kita ada di peringkat ke berapa dan evaluasi untuk tiap tim ngga diberikan, tapi akhirnya saya tau, saya dan Rina ada di peringkat pertama di babak ke-3 (puji Tuhan banget), dan peringkat ke-4 di babak ke-4. Setelah semua babak selesai dilaksanakan, semua tim dari semua universitas naik ke aula untuk melihat pengumuman delapan besar tim yang berhasil masuk babak semifinal.
Nama-nama universitas dan tim muncul satu persatu di layar putih diiringi tepuk tangan. Dan akhirnya…jeng-jeng UNTIRTA II masuk ke delapan besar tim yang masuk semifinal! Saya kaget, saya langsung liat Rina. Orang-orang di dekat saya langsung melihat ke arah saya dan Rina. Mata Rina udah berkaca-kaca banget. Saya masih bingung, tapi tiba-tiba ingat perkataan Rina. Dia pernah bilang waktu saya psimis banget di awal-awal datang ke tempat itu, begini: Sa, ini tuh kaya pertarungan antara Daud dan Goliat. Kita, kampus kecil dan biasa aja melawan kampus besar kaya mereka. Nggak ada yang nggak mungkin, Sa.
Ok, Rin, tapi saya masih belum siap untuk tanding lagi dengan mereka di babak semifinal. Ada sedikit masalah sesaat sebelum kita meninggalkan tempat. Juri yang menilai di babak penyisihan pertama salah mengumumkan peringkat pertama dan kedua. Saya sedikit bingung, dan sebenarnya merasa bersalah. Saya ingat saya berada di peringkat kedua di babak penyisihan pertama, dan tim dari kampus lain yang berada di peringkat pertama. Tapi rupanya juri itu salah bicara, rupanya saya dan Rina yang mendapat peringkat satu, yang akhirnya membuat kami masuk semifinal. Saya merasa bersalah tapi tim lain itu meski sedikit kecewa dengan kesalahan juri akhirnya bisa menerima keadaan saat itu dengan hati yang tulus. (He said that we’re (Untirta II) great, but I and everyones else know the truth that u guys are the greatest).
Malamnya saya berdoa, bersyukur sudah diberi kesempatan dari Tuhan untuk bisa berhadapan dengan kampus-kampus besar itu, minta kekuatan juga untuk terus berani menghadapi mereka karena Tuhan sudah tolong sampai sejauh ini.  
Di babak semifinal saya dan Rina tetap berdebat semampu kami, sebisa kami, dengan seluruh kekuatan kami dan yang pasti dengan berserah pada Tuhan untuk hasilnya. Akhirnya, perjalanan kami harus berhenti di semifinal, delapan besar. Kami ngga masuk final, tapi saya SANGAT SANGAT BERSYUKUR untuk beberapa hal.
Di semifinal, UNTIRTA II mendapat bagian sebagai afirmasi pembuka. Pada saat saya, pembicara 1, berpidato, saya mulai kehabisan bahan, padahal waktu saya masih banyak. Salah satu pembicara dari kampus paling ‘KAKAP’ memberikan poin informasi. Saya ngga tau keberanian darimana yang saya dapat, sampai saya terima begitu aja poin informasi dari dia. Padahal sebelumnya saya ngga pernah berani terima PI dari dia. Tapi Tuhan tolong saya saat itu, saya tiba-tiba teringat satu hal yang sangat membantu saya, kemudian saya jawab PI dari pembicara itu. Saya memang ngga menjelaskan seperti yang dia mau tapi saya kasih contoh yang menjawab pertanyaan dari dia, dan dia kelihatannya terima-terima aja. Saat tiba giliran pembicara itu maju dan berpendapat, saya sudah yakin dalam hati saya dia pasti akan membantah seluruh argumen saya secara pribadi, tapi ternyata NGGAK! Dia memang membantah, tapi secara umum, ngga secara pribadi mengarah ke saya. Di situ saya bersyukur lagi, saya bilang: Terimakasih Tuhan, bantahan dan sanggahan dia ngga mengarah ke saya langsung. Saya masih dilindungi dan ngga dipermalukan. THANK GOD!
Siangnya saya nonton final debat itu dengan teman-teman lain yang tidak bisa masuk final. Mereka teman-teman baru saya. Saya seneng banget bisa ketemu mereka di tempat yang seharusnya kita bersaing. Mereka baik, ramah, agak berisik tapi kami bisa bersatu berbaur dan bercanda seolah kita sudah kenal lama. Mereka kawan-kawan dari Budi Luhur, Multimedia Nusantara, Univ.Negeri Jakarta, UKI, UIN, UHAMKA, dll. Hope we’ll meet again guys in another chance. Terimakasih untuk pengalaman menarik memainkan ‘three seconds game’ yang tiba-tiba bikin berisik ruangan dan semua mata mengarah pada kita. God bless you guys. Love you :*










~ 4-6 & 11-13 Oktober 2016~