UNTIRTA? (Sambil
mengerutkan dahi, otak berpikir keras, di mana tuh?)
Sebagian
besar orang di luar Banten akan bereaksi begitu kalau dengar UNTIRTA. Padahal,
UNTIRTA cukup terkenal di daerah Banten, kecuali Tangerang (ngga semua daerah
Tangerang tau UNTIRTA). Tapi universitas Banten ini mengirimkan dua timnya
untuk mengikuti Lomba Debat Bahasa Antar-Mahasiswa 2016 se-JABODETABEK di Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Letak kampus ini berada di Serang, secara
geografis kampus ini sangat dipertanyakan kenapa bisa ikut lomba
se-Jabodetabek. Nyatanya, universitas ini mendapat undangan dari badan Bahasa
untuk ikut lomba.
Awalnya
saya heran kenapa teman saya pilih saya untuk jadi rekan se-timnya. Saya ngga
punya pengalaman di bidang debat sama sekali. Saya memang termasuk orang yang
banyak bicara, tapi debat bukan cuma soal bicara, tapi bagaimana kita
berargumen dan merangkai pikiran kita dengan rapi lalu mengeluarkannya melalui
bahasa lisan. Karena saya ngga punya pilihan lain, saya ikuti aja maunya teman
saya ini. Kalau saya ngga ikut, teman saya ini terancam ngga bisa ikut juga.
Akhirnya saya pilih ikut (dengan terpaksa).
Sistem
debat ini pakai sistem debat parlemen Inggris. Satu kali babak terdiri dari
empat tim, yang terdiri dari dua tim afirmasi (Afirmasi pembuka dan penutup)
dan dua tim negasi (negasi pembuka dan negasi penutup). Satu tim hanya terdiri
atas dua orang, pembicara 1 dan pembicara 2. Caranya, pembicara satu dari tim afirmasi pembuka akan mulai
menyampaikan argumennya tentang sebuah topik, dilanjutkan dengan pembicara 1
dari tim negasi pembuka, lalu pembicara 2 dari tim afirmasi pembuka melanjutkan
argumen, kemudian dilanjutkan pembicara 2 dari tim negasi pembuka. Setelah tim
pembuka selesai memberikan pendapat, tim penutup mulai memberikan pendapat
mereka (dengan cara yang sama seperti tim pembuka).
Tiap
pembicara diberikan waktu minimal enam menit dan maksimal tujuh menit tiga
puluh detik untuk memberikan pendapatnya di depan. Pada saat menyampaikan
pendapatnya, pembicara lain dari tim yan berlawanan boleh memberikan poin
informasi. Pembicara boleh menerima dan menolak poin informasi yang diberikan.
Jika tidak diberikan, pembicara yang mengajukan poin informasi harus menunggu
sepuluh detik untuk boleh memberikan poin informasi kembali. Setelah diberikan,
pembicara hanya boleh memberikan poin informasi selama lima belas detik.
Saya
masih bingung banget dengan sistem debat yang seperti ini awalnya. Jangan kan
yang begini, yang model debat biasa aja yang ngga tau dan ngga pernah ikut.
Jadi kenapa harus saya? Saya sering banget tanya itu dalam hati. Saya termasuk
orang yang demam panggung, gugupan, mental saya ngga sekuat mereka yang sudah
sering bicara di depan banyak orang. Tapi akhirnya saya tetap ikut lomba ini.
Saya berpikiran positif aja, meskipun judulnya debat, bukan berarti kita mau
cari lawan, tapi kita bisa cari kawan. Yah, semacam itu lah.
Hari
pertama babak penyisihan 1 saya super deg-degan. Meskipun sudah berdoa supaya
Tuhan sertai dan berikan kekuatan dan keberanian saya tetap aja deg-degan.
Jantung rasanya mau loncat keluar sampai dada rasanya panas seperti ditusuk. Tapi
ternyata, saya dan Rina (Untirta II), atas berkat Tuhan, berada di peringkat
dua. Kami dapat dua poin. Di babak penyisihan ke-2, kami berada di peringkat 3
dan mendapat 1 poin. Dari awal saya memang ngga berambisi untuk ikut lomba ini.
Saya ikut, supaya teman saya bisa ikut. Tapi tetap aja, saya tetap berdoa pada
Tuhan supaya tetap menyertai selama debat, supaya Tuhan yang berbicara melalui
lidah saya dan hanya mengatakan kata-kata yang baik dan benar. Meskipun ikut
lomba ini bukan kemauan saya, tapi saya tetap harus bisa menjaga nama kampus.
Seenggaknya dengan ikut lomba ini, ya UNTIRTA jadi dikenallah…
Hari
kedua babak penyisihan ke-3 dan ke-4 adalah babak hening, artinya juri ngga
ngasih tau tuh kita ada di peringkat ke berapa dan evaluasi untuk tiap tim ngga
diberikan, tapi akhirnya saya tau, saya dan Rina ada di peringkat pertama di
babak ke-3 (puji Tuhan banget), dan peringkat ke-4 di babak ke-4. Setelah semua
babak selesai dilaksanakan, semua tim dari semua universitas naik ke aula untuk
melihat pengumuman delapan besar tim yang berhasil masuk babak semifinal.
Nama-nama
universitas dan tim muncul satu persatu di layar putih diiringi tepuk tangan.
Dan akhirnya…jeng-jeng UNTIRTA II masuk ke delapan besar tim yang masuk
semifinal! Saya kaget, saya langsung liat Rina. Orang-orang di dekat saya
langsung melihat ke arah saya dan Rina. Mata Rina udah berkaca-kaca banget.
Saya masih bingung, tapi tiba-tiba ingat perkataan Rina. Dia pernah bilang
waktu saya psimis banget di awal-awal datang ke tempat itu, begini: Sa, ini tuh kaya pertarungan antara Daud dan
Goliat. Kita, kampus kecil dan biasa aja melawan kampus besar kaya mereka.
Nggak ada yang nggak mungkin, Sa.
Ok,
Rin, tapi saya masih belum siap untuk tanding lagi dengan mereka di babak
semifinal. Ada sedikit masalah sesaat sebelum kita meninggalkan tempat. Juri
yang menilai di babak penyisihan pertama salah mengumumkan peringkat pertama
dan kedua. Saya sedikit bingung, dan sebenarnya merasa bersalah. Saya ingat
saya berada di peringkat kedua di babak penyisihan pertama, dan tim dari kampus
lain yang berada di peringkat pertama. Tapi rupanya juri itu salah bicara,
rupanya saya dan Rina yang mendapat peringkat satu, yang akhirnya membuat kami
masuk semifinal. Saya merasa bersalah tapi tim lain itu meski sedikit kecewa
dengan kesalahan juri akhirnya bisa menerima keadaan saat itu dengan hati yang
tulus. (He said that we’re (Untirta II) great, but I and everyones else know
the truth that u guys are the greatest).
Malamnya
saya berdoa, bersyukur sudah diberi kesempatan dari Tuhan untuk bisa berhadapan
dengan kampus-kampus besar itu, minta kekuatan juga untuk terus berani
menghadapi mereka karena Tuhan sudah tolong sampai sejauh ini.
Di
babak semifinal saya dan Rina tetap berdebat semampu kami, sebisa kami, dengan
seluruh kekuatan kami dan yang pasti dengan berserah pada Tuhan untuk hasilnya.
Akhirnya, perjalanan kami harus berhenti di semifinal, delapan besar. Kami ngga
masuk final, tapi saya SANGAT SANGAT BERSYUKUR untuk beberapa hal.
Di
semifinal, UNTIRTA II mendapat bagian sebagai afirmasi pembuka. Pada saat saya,
pembicara 1, berpidato, saya mulai kehabisan bahan, padahal waktu saya masih
banyak. Salah satu pembicara dari kampus paling ‘KAKAP’ memberikan poin
informasi. Saya ngga tau keberanian darimana yang saya dapat, sampai saya
terima begitu aja poin informasi dari dia. Padahal sebelumnya saya ngga pernah
berani terima PI dari dia. Tapi Tuhan tolong saya saat itu, saya tiba-tiba teringat
satu hal yang sangat membantu saya, kemudian saya jawab PI dari pembicara itu.
Saya memang ngga menjelaskan seperti yang dia mau tapi saya kasih contoh yang
menjawab pertanyaan dari dia, dan dia kelihatannya terima-terima aja. Saat tiba
giliran pembicara itu maju dan berpendapat, saya sudah yakin dalam hati saya
dia pasti akan membantah seluruh argumen saya secara pribadi, tapi ternyata
NGGAK! Dia memang membantah, tapi secara umum, ngga secara pribadi mengarah ke
saya. Di situ saya bersyukur lagi, saya bilang: Terimakasih Tuhan, bantahan dan
sanggahan dia ngga mengarah ke saya langsung. Saya masih dilindungi dan ngga
dipermalukan. THANK GOD!
Siangnya
saya nonton final debat itu dengan teman-teman lain yang tidak bisa masuk
final. Mereka teman-teman baru saya. Saya seneng banget bisa ketemu mereka di
tempat yang seharusnya kita bersaing. Mereka baik, ramah, agak berisik tapi
kami bisa bersatu berbaur dan bercanda seolah kita sudah kenal lama. Mereka
kawan-kawan dari Budi Luhur, Multimedia Nusantara, Univ.Negeri Jakarta, UKI,
UIN, UHAMKA, dll. Hope we’ll meet again guys in another chance. Terimakasih
untuk pengalaman menarik memainkan ‘three seconds game’ yang tiba-tiba bikin
berisik ruangan dan semua mata mengarah pada kita. God bless you guys. Love you
:*
~ 4-6 & 11-13 Oktober 2016~